BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sebagai
teori atau konsep, civil society sebenarnya sudah lama dikenal sejak masa
Aristoteles pada zaman Yunani Kuno, Cicero, pada zaman Roma Kuno, pada abad
pertengahan, masa pencerahan dan masa modern. Dengan istilah yang berbeda-beda,
civil society mengalami evolusi pengertian yang berubah dari masa ke masa. Di
zaman pencerahan dan modern, isttilah tersebut dibahas oleh para filsuf dan
tokoh-tokoh ilmu-ilmu sosial seperti Locke, Hobbes, Ferguson, Rousseau, Hegel,
Tocquiville, Gramsci, Hebermas.Dahrendorf, Gellner dan di Indonesia dibahas
oleh Arief Budiman, M.Amien Rais, Fransz, Magnis Suseso, Ryaas Rasyid, AS.
Hikam, Mansour Fakih.
Mewujudkan
masyarakat madani adalah membangun kota budaya bukan sekedar merevitalisasikan
adab dan tradisi masyarakat local, tetapi lebih dari itu adalah membangun
masyarakat yang berbudaya agamis sesuai keyakinan indifidu, masyarakat
berbudaya yang saling cinta dan kasih yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan .
Peradaban
adalah istilah Indonesia sebagai terjemahan dari civilization. Asal katanya
adalah a-dlb yang artinya adalah kehalusan?(refinement), pembawaan yang baik,
tingkah laku yang baik, sopan santun, tata-susila, kemanusiaan atau
kesasteraan. Ungkapan lisan dan tulisan tentang masyarakat madani semakin marak
akhir-akhir ini seiring dengan bergulirnya proses reformasi di Indonesia.
Proses ini ditandai dengan munculnya tuntutan kaum reformis untuk mengganti
Orde Baru yang berusaha mempertahankan tatanan masyarakat yang status quo
menjadi tatanan masyarakat yang madani. Untuk mewujudkan masyarakat madani
tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Namun, memerlukan proses panjang
dan waktu serta menuntut komitmen masing-masing warga bangsa ini untuk
mereformasi diri secara total dan konsisten dalam suatu perjuangan yang gigih.
B.
Rumusan Masalah
Masyarakat
madani merupakan konsep yang berwayuh wajah: memiliki banyak arti atau sering
diartikan dengan makna yang beda-beda. Bila merujuk kepada Bahasa Inggris, ia
berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil, sebuah kontraposisi dari
masyarakat militer. Menurut Blakeley dan Suggate (1997), masyarakat madani
sering digunakan untuk menjelaskan “the sphere of voluntary activity which
takes place outside of government and the market.”
C.
Tujuan Penulisan
Tulisan
ini didedikasikan sebagai upaya dalam mewujudkan masyarakat madani, baik yang
berjangka pendek maupun yang berjangka panjang. lain adalah dengan menyiapkan
sumber daya manusia yang berwawasan dan berperilaku madani melalui perspektif
pendidikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
MASYARAKAT
MADANI
1.
PENGERTIAN MASYARAKAT MADANI
Kemungkinan
akan adanya kekuatan civil sebagai bagian dari komonitas bangsa ini akan
mengantarkan pada sebuah wacana yang saat ini sedang berkembang yakni masyarakat
madani. Marupakan wacana yang telah mengalami proses yang panjang. Ia muncul
bersamaan dengan proses modernisasi, terutama pada saat terjadinya masa
transformasi dari masyarakat feodal manuju masyarakat barat modern yang lebih
terkenal lagi dengan civil society.
Dalam
mendefinisikan tema masyarakat madani sangat bergantung pada kondisi social
cultural suatu bangsa, kareana bagai mana pun konsep masyarakat madani
merupakan bangunan tema terakhir dari sejarah bangsa Eropa Barat.Sebagai titik
tolak, disisi dikemukakan beberapa definisi masyarakat madani:
Pertama;
Definisi yang dikemukakan oleh Zbigniew Rew dangan latar belakang kajiannya
pada kawasan Eropa Timur dan Uni Sovyet. Ia mengatakan bahwa yang di maksud
masyarakat madani merupakan suatu yang berkembang dari sejarah, yang
mengandalkan ruang dimana individu dan perkumpulan tempat mereka bergabung
bersaing satu sama lain guna mencapai nilai-nilai yang mereka yakini. Maka yang
dimaksud dengan masyarakat madani adalah sebuah ruang yang bebas dari pengaruh
keluarga dan kekuasaan Negara.
Kedua;
oleh Han-Sung-Joo ia mengatakan bahwa masyarakat madani merupakan sebuah
kerangka hukum yang melindungi dan menjamin hak-hak dasar individu. Perkumpulan
suka rela yang terbatas dari Negara suatu ruang publik yang mampu
mengartikulasi isu-isu politik. Gerakan warga Negara yang mampu mengendalikan
diri dan indenpenden, yang secara bersama-sama mengakui norma-norma dan budaya
yang menjadi indentitas dan solidaritas yang terbentuk pada akhirnya akan
terdapat kelompok inti dalam civil society.
Ketiga;
oleh Kim Sun Hyuk ia mengatakan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani
adalah suatu satuan yang terdiri dari kelompok-kelompok yang secara mandiri
menghimpun dirinya dan gerakan-gerakan dalam msyarakat yang secara relative.
Secara global dari ketiga batasan di atas dapat ditarik benang emas, bahwa yang
dimaksud dengan masyrakat madani adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat
yang berdiri secara mandiri dihadapan penguasa dan Negara, yang memiliki ruang
publik dalam mengemukakan pendapat, adanya lembaga-lembaga yang mandiri yang
dapat mengeluarkan aspirasi dan kepentingan publik.
2.
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN MASYARAKAT MADANI
Menurut
Aristoteles (384-322) masyarakat madani di pahami sebagai sistem kenegaraan
dengan menggunakan istilah kolonia politik ( sebuah komunitas politik tempat
warga dapat terlibat dalam berbagai percaturan ekonomi politik dan pengambilan
keputusan).
Konsepsi
Aristoteles ini di ikuti oleh Marcos Tullios Cicero (106-43) dengan istilah
Societis Civilies yaitu sebuah komonitas yang lain, tema yang dikedepan kan
oleh Cicero ini lebih menekankan pada konsep Negara kota (city state), yakni
untuk menggambarkan kerajaan, kota dan bentuk lainya sebagai kesatuan yang
terorgenisasi.
Pada
tahun 1767, wacana masayarakat madani ini dikembangkan oleh Adam Fergoson
dengan mengambil konteks sosio-kultural, Fergoson menekankan mayasrakat madani
pada sebuah visi etis dalam kehidupan bermasyarakat. Pahamnya ini digunakan
untuk mengatisipasi perubahan sosial yang diakibatkan oleh revolusi industri
dan munculnya kapitalisme serta mencoloknya perbedaan antara publik dan
individu.
Kemudian
pada tahun 1792, muncul wacana masyarakat madani yang memiliki aksetuansi yang
dengan sebelumnya. Konsep ini memunculkan Thomas Paine (1737-1803) yang
menggunakan istilah masyrakat madani sebagai kelompok masyarakat yang memiliki
posisi secara diametral dengan Negara, bahkan dianggap sebagai antithesis dari
Negara, dengan demikian, maka masyrakat madani menurut Thomas Paine adalah
ruang dimana warga dapat mengembangkan kepribadian dan memberi peluang bagi
pemuasan kepentingannya secara bebas dan tanpa paksaan.
Perkembangan
civic society selanjutnya dikembangkan oleh G.W.F Hegel (1770-1831), Karl Mark
(1818-1883) dan Antonio Gramsci (1891-1837). Wacana masyarakat madani yang
dikembangkan oleh ketiga tokoh ini menekankan kepada masyarakat madani elemen
ideology kelas dominan, pemahaman ini lebih merupakan sebuah reaksi dari model
pemahaman yang dilakukan oleh Paine (yang menganggap masyarakat madani sebagai
bagian terpisahnya dari Negara), menurut Hegel masyarakat madani merupakan
kelompok subordinatif dari Negara, menurut Ryas Rasid erat kaitannya dengan
fenomena masyarakat berjuis Eropa (Burgerlische gesselscaft) yang artinya
pertumbuhannya ditandai dengan perjuangan melepaskan diri dari dominasi Negara.
Sedangakan
Karl Marx memahami masyarakat madani sebagai “masyrakat Borjuis” dalam konteks
hubungan produksi kapitalis keberadaannya merupakan kendala bagi pembebasan
manusia dari penindasan. Menurut pemahaman Gramsci memberikan tekanan pada
kekuatan cendikiawan yang merupakan faktor utama dalam proses perubahan sosial
dan politik.
3.
KARAKTER MASYARAKAT MADANI
Karaketeristik
masyarakat madani dimaksudkan untuk menjelaskan dalam merealisasikan wacana
masyarakat madani diperlukan persyaratan-persyaratan yang menjadi nilai
universal dalam penegakan masyarakat madani, karateristik tersebut antara lain:
-
FRE PUBLIK SPHERE maksudnya adalah ruang publik yang bebas sebagai sarana dalam
mengemukakan pendapat.
-
DEMOKRATIS merupakan satu entitas yang penegak wacana masyarakat madani, warga
Negara memiliki kebebasan penuh untuk menjalankan aktivitas sehariannya. Jadi
Demokratis berarti masyarakat dapat berlaku santun dalam pola hubungan
interaksi dengan masyarakat sekitarnya dengan tidak mempertimbangkan suku, ras,
dan agama.
-
TOLERAN merupakan sikap yang dikembangkan dalam masyarakat madani untuk
menunjukkan saling menghargai dan menghormati aktivitas yang dilakukan oleh
orang lain.
-
PLURALISME menurut Nurchalish Madjid adalah pertalian sejati kebhinekaan dalam
ikatan-ikatan keadaaban dan pluralisme adalah juga suatu keharusan bagi
keselamatan umat manusia.
-
KEADILAN SOSIAL maksudnya adalah keseimbangan dan pembagian yang professional
terhadap hak dan kewajiban setiap warga Negara yang mencakup seluruh aspek
kehidupan.
4.
MASYARAKAT MADANI MENURUT AL-QURAN
Artinya:
“Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (QS. An-nisa: 59)
5.
PILAR PENEGAK MASYARAKAT MADANI
Yang
dimaksud dengan pilar masyarakat madani adalah institusi-institusi yang menjadi
bagian dari sosial control yang berfungsi mengkritisi kebijakan-kebijakan
penguasa yang diskriminatif serta mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat yang
tertindas. Dalam penegakkan masyrakat madani, pilar-pilar tersebut menjadi
persyaratan mutlak bagi terwujudnya kekuatan masyarakat madani, pilar-pilar
tersebut antara lain adalah:
1.
Lembaga Swadaya masyarakat adalah institusi sosial yang dibentuk oleh swadaya
masyrakat yang tugas esensinya adalah membantu dan memperjuangkan aspirasi dan
kepentingan masyarakat yang tertindas.
2.
pers merupakan institusi yang penting dalam penegakan masyarakat madani, karena
kemungkinannya dapat mengkiritis dan menjadi bagian dari sosial control yang
dapat menganalisa serta mempublikasikan berbagai kebijakan pemerintah yang
berkenaan dengan warga negaranya.
3.
Supremasi Hukum; setiap warga Negara, baik yang duduk dalam formasi
pemerintahan maupun sebagai rakyat, harus tunduk kepada (aturan) hukum.
4.
Perguruan tinggi; yakni tempat dimana civitas akademikanya (dosen dan
mahasiswa) merupakan bagian dari kekuatan sosial dan masyarakat madani yang
bergerak pada jalur moral Force untuk menyalurkan aspirasi masyrakat dan
mengkritisi berbagai kebijakan-kebijakan pemerintah, dengan catatan gerakan
yang dilancarkan oleh mahasiswa tersebut.
5.
Partai politik merupakan wahana bagi warga Negara untuk dapat menyalurkan
asipirasi politiknya
Menurut
Riswandi Immawan, perguruan tinggi memiliki tiga peranan dalam mewujudkan
masyarakat madani. Pertama, pemihakan yang tegas pada prinsip egalitarianisme
yang menjadi dasar kehidupan politik yang demokratis, kedua membangun
mengembangkan dan mempublikasikan informasi secara objektif dan tidak manipulatif.
Ketiga melakukan tekanan terhadap ketidakadilan dengan cara santun dan saling
menghormati.
Partai
politik merupakan wahana bagi warga Negara untuk dapat menyalurkan asipirasi
politiknya dan tempat ekspresi politik warga Negara, maka partai politik ini
menjadi persyaratan bagi tegaknya masyrakat madani.
6.
MASYARAKAT MADANI DAN DEMOKRATISASI
Hubungan
antara masyarakat madani dengan demokrasi, menurut Dawam bagaikan dua sisi mata
uang, yang keduanya bersifat KO-eksistensi. Menurut masyarakat madani merupakan
“rumah” persemian demokrasi, perlembang demokrasinya adalah pemilihan umum yang
bebas dan rahasia.
Larry
Diamond secara sistematis menyebutkan enam kontribusi masyrakat madani terhadap
proses demokrasil; pertama, ia menyediakan wahana sumber daya politik, ekonomi,
kebudayaan dan moral untuk mengawasi dan menjaga keseimbangan pejabat Negara.
Kedua, pluraisme dalam masyarakat madani, bila diorganisir akan mejadi dasar
yang penting bagi persaingan demokrasi. Ketiga memperkaya partisipasi politik dan
meningkatkan kesadaran kewarganegaraan. Keempat ikut menjaga stabilitas Negara.
Kelima, tempat pimpinan politik dan keenam, menghalangi dominasi rezim otoriter
dan mempercepat runtuhnya rezim.
Untuk
menciptakan masyarakat madani yang kuat dalam konteks pertumbuhan dan
perkembangan demokrasi diperlukan pembentukan Negara secara grandual dengan
suatu masyrakat politik yang demokratis partisipatoris, reflektif dan dewasa
yang mampu menjadi penyeimbang dan control atas kecenderungan eksesif Negara.
Dalam masyrakat madani warga Negara sebagai pemilik kedaulatan dan hak untuk
mengontrol pelaksanaan kekuasaan yang mengatasnamakan rakyat, sehingga setiap
individu dalam masyarakat madani memiliki kesempatan untuk memperkuat
kemandirian.
Kemandirian
dimaksudkan adalah harus mampu direfleksikan dalam seluruh ruang kehidupan
politik, ekonomi dan budaya, menurut M. Dawan Rahadjo ada beberapa asumsi yang
berkembang. Pertama, demokratisasi bisa berkembang, apabila masyarakat madani
menjadi kuat baik melalui perkembangan dari dalam atau dari diri sendiri.
Kedua, demokratisasi hanya bisa berlangsung apabila peranan Negara dikurangi
atau dibatasi tanpa mengurangi efektivitas dan esensi melalui interaksi.
Ketiga, demokrasi bisa berkembang dengan meningkatkan kemandirian independensi
masyrakat madani dari tekanan dan Negara.
7.
MASYARAKAT MADANI INDONESIA
Masyarakat
madani jika dipahami secara sepintas merupakan format kehidupan alternative
yang mengedepankan semangat demokrasi dan menjunjung tinggi nilai hak asasi
manusia. Konsep masyarakat madani menjadi alternative pemecahan, dengan
pemberdayaan dan penguatan daya control masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan
pemerintah yang akhirnya nanti terwujud kekuatan masyarakat yang mampu
merealisasikan dan menegakkan konsep hidup yang demokratis dan menghargai
hak-hak asasi manusia.
Berkembangnya
masyarakat madani di Indonesia diawali dengan kasus-kasus pelanggaran HAM dan
pengekangan kebebasan berpendapat, berserikat dan kebebasan untuk mengeluarkan
pendapat dimuka umum kemudian dilanjutkan dengan munculnya berbagai
lembaga-lembaga non pemerintah mempunyai kekuatan dan bagian dari sosial
control.
Secara
esensial Indonesia memang membutuhkan pemberdayaan dan penguatan masyarakat
secara komprehensif agar memiliki wawasan dan kesadaran demokrasi yang baik
serta mampu menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia. Untuk itu, maka
diperlukan pengembangan masyarakat madani dengan menerapkan strategi sekaligus
agar proses pembinaan dan pemberdayaan itu mencapai hasilnya secara optimal.
Menurut
Dawan ada tiga strategi yang salah satunya dapat digunakan sebagai strategi
dalam memberdayakan masyrakat madani Indonesia.
1.
Strategi yang lebih mementingkan integrasi nasional dan politik. Strategi ini
berpandangan bahwa sistem demokrasi tidak mungkin berlangsung dalam masyarakat
yang belum memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara yang kuat.
2.
Strategi yang lebih mengutamakan reformasi sistem politik demokrasi. Strategi
ini berpandangan bahwa untuk membangun ekonomi.
3.
Strategi yang memilih membangun masyarakat madani sebagai basis yang kuat
kearah demokratisasi.
Fakta
model strategi pemberdayaan masyarakat madani tersebut dipertegas oleh Hakim
bahwa di Era transisi ini harus dipikirkan prioritas-prioritas pemberdayaan
dengan cara memahami target-target group yang paling strategis serta penciptaan
pendekatan-pendekatan yang tepat di dalam proses.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Kemungkinan
akan adanya kekuatan civic sebagai bagian dari komunitas bangsa ini akan
mengantarkan pada sebuah wacana yang saat ini sedang berkembang, yakni
masyarakat madani. Dalam mendefinisikan terma masyarakat madani ini sangat
bergantung pada kondisi sosio kultural suatu bangsa, karena bagaimanapun konsep
masyarakat madani merupakan bangunan terma terakhir dari sejarah pergulatan
bangsa Eropa Barat.
Manurut
Aristoteles (384-322) masyarakat madani dipahami sebagai sistem kenegaraan
dengan menggunakan istilah kolonia politik (sebuah komunitas politik tempat
warga dapat terlibat langsung dalam berbagai percaturan ekonomi politik dan
pengambilan keputusan).
Karakteristik
masyarakat madani diperlukan persyaratan-persyaratan yang menjadi nilai
universal dalam penegakkan masyarakat madani.
Dan
masyarakat madani juga harus mempunyai pilar-pilar penegak, karena berfungsi
sebagai mengkritisi kebijakan-kebijakan penguasa yang diskriminatif serta mampu
memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas.
Hubungan
antara masyarakat madani dengan demokratis menurut Dawam bagaikan dua sisi mata
uang yang keduanya bersifat ko-eksistensi.
Berkembangnya
masyarakat madani di Indonesia diawali dengan kasus-kasus pelanggaran HAM dan
pengekangan kebebasan berpendapat, berserikat, dan kebebasan untuk mengeluarkan
pendapat dimuka umum kemudian dilanjutkan dengan munculnya berbagai
lembaga-lembaga non pemerintah mempunyai kekuatan dan bagian dari sosial
control.
DAFTAR
PUSTAKA





0 komentar:
Posting Komentar